BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Metode keluarga berencana
alamiah telah banyak digunakan di masa lalu oleh berbagai kelompok agama
seperti penganut Katolik Roma. Metode ini dilakukan dengan mengamati perubahan
tubuh tertentu yang menandai ovulasi. Dari informasi ini, pasangan dapat
memilih pantang koitus dan menggunakannya sebagai metode keluarga berencana
mereka, atau menggunakan masa subur ini untuk melakukan koitus sehingga
meningkatkan kehamilan, yang disebut sebagai kesadaran terhadap kesuburan.
(Suzanne Everett, 2007 : 37)
Secara umum (KB) dapat
diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa
sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya akibat
langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga
yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan
sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengahiri kehamilan dengan aborsi.
(Suratun, 2008 : 19)
2.
Tujuan
·
Dapat memahami metode sederhana tanpa
alat secara alamiah
·
Dapat memahami metode kalender
·
Dapat memahami suhu basal
·
Untuk memenuhi tugas pelayanan KB
BAB
II
PEMBAHASAN
Kelurga
Berencana Alamiah
Dalam
memberikan nasehat kepada peserta KB dengan menggunakan pantang berkala, harus
diketahui patrun menstruasinya. Syarat utama metode pantang berkala adalah
patrun menstruasi teratur dan kerja sama dengan suami harus baik. Metode
pantang berkala mempunyai kegagalan tinggi bila patrun menstruasi tidak
teratur, apalagi kerja sama dengan suami
tidak mungkin dilakukan.
(Manuaba, 1998 : 479)
Perhitungan menstruasi teratur
merupakan syarat penting dengan menstruasi teratur dapat memberikan petunjuk
masa subur. Perhitungan masa subur dapat dilakukan bersama suami hingga suami
istri mempunyai pengertian yang sama. Kerja sama dengan suami perlu ditekankan
karna masa hidup ovum dan spermatozoa dalam alat genetalia cukup panjang.
(Manuaba, 1998 : 479)
Ovum
yang baru dilepaskan belum mampu untuk
dibuahi karena pembungkus korona radiata masih tebal sehingga tidak ditembus
oleh spermatozoa. Setelah melewati waktu sekitar 12 jam ovum baru dapat di
buahi. Hidup ovum terbatas sekitar 48 jam dan selama itu berada kanalis tuba
falofi dan siap untuk dibuahi. Spermatozoa yang baru ditumpah kan dalam vagina
banyak mengalami kematian. Hanya sekitar masa subur yaitu pada hari ke 12 sampai
ke hari 19 menstruasi spermatozoa dapat masuk kedalam rahim melalui kanalis
servikalis. (Manuaba, 1998 : 479)
Dalam
kavum uteri spermatozoa mengalami proses kapasitas dengan melepaskan pembungkus
lipoprotein. Dengan proses kapasitas spermatozoa mempunai kemampuan untuk
menembus dinding ovum dan terjadi penyatuan inti ovum dan inti spermatozoa yang
disebut proses konsepsi. Spermatozoa dalam tubuh wanita dapat hidup selama 72
jam. Bila suami istri melakukan senggama dua kali setiap minggu kehamilan dapat
terjadi setiap saat. (Manuaba, 1998 : 479)
Memang
tubuh seorang wanita yang fertil menunjukkan beberapa gejala dan tanda yang
mengarah pada masa subur yang siklis yaitu :
1.
Pola suhu badan basal
2.
Pola lendir serviks
3.
Sakit perut sekitar ovulasi
4.
perdarahan inter-menstrual
5.
nyeri payudara
6.
pola daun pakis (ferning) lendir serviks
7.
perubahan posisi dan konsistensi
serviks, dilatasi serviks
8.
perubahan kejiwaan
9.
perubahan libido. (Hanafi Hartanto, 2004
: 46)
macam
– macam metode KB alamiah (untuk menentukan saat ovulasi)
a.
metode kalender (ogino-knaus)
b.
metode suhu basal = metode Termal
c.
metode lendir serviks (Billings)
d.
metode Sympto-termal. (Hanafi Hartanto,
2004 : 47)
Masing
masing metode dapat dilakukan tersendiri atau dalam kombinasi, bahkan dalam
kombinasi dengan metode kontrasepsi lain. Tergantung apakah dipantau satu atau
lebih indikator masa subur, maka metode - metode tersebut di atas kadang-kadang
dapat digolingkan dalam :
a.
Metode Single-Index (Kalender, Termal,
Lendir Serviks)
b.
Metode Multiple-inde (Sympto-termal).
(Hanafi Hartanto, 2004 : 47)
Dengan
ditemukannya metode - metode KB alamiah yang lebih baru, timbul pula istilah
baru. Istilah tradisional “Rhythm” diganti dengan istilah Natural Family
Planning atau Fertility Awarness Methods (Metode ”Kesadaran Akan Fertilitas”).
(Hanafi Hartanto, 2004 : 47)
A.
Metode
Kalender (Ogino – Knaus)
Metode kalender
atau pantang berkala
adalah cara/metode kontrasepsi
sederhana yang dikerjakan sendiri oleh pasangan suami istri dengan tidak
melakukan senggama
pada masa subur.
(Niken Meilani, 2010 : 47)
Menentukan waktu
ovulasi dari data yang dicatat selama 6-12 bulan terakhir. (Hanafi Hartanto,
2004 : 47)
Tahun 1930 Kyusaku
Ogino di Jepang dan Herman Knaus di Austria, yang bekerja sendiri - sendiri,
menemukan bahwa :
Ogino : Ovulasi umumnya
terjadi pada hari ke-15 sebelum haid berikutnya, tetapi dapat pula terjadi
12-16 sebelum haid yang akan datang
Knaus : Ovulasi selalu
terjadi pada hari ke-15 sebelum haid yang akan datang. (Hanafi Hartanto, 2004 :
47)
Problem terbesar dengan
metode kalender adalah bahwa jarang ada wanita yang mempunyai siklus haid
teratur setiap 28 hari. (Hanafi Hartanto, 2004 : 47)
Metode ini memerlukan
sistem menstruasi yang teratur sehingga dapat memperhitungkan masa subur untuk
menghindari kehamilan dengan tidak melakukan hubungan seks. Dengan ditemukannya
sistem masa subur oleh ogino-knaus, metode pantang berkala makin dikenal
masyarakat. (Manuaba,1998:479)
Bidan dapat membantu
masyarakat untuk menghitung kapan masa subur terjadi sehingga dapat menghindari
kehamilan. Sistem pantang berkala akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan
pemakaian kondom keberhasilan pantang berkala kombinasi dengan kondom mendekati
100%. (Manuaba,1998:479)
Cara
Menghitung Masa Subur dengan Sistem Kalender
Sebelum menggunakan
metode ini, tentunya pasangan suami istri harus mengetahui masa subur. Siklus
haid pada tiap wanita tidak sama. Untuk itu perlu pengamatan minimal 6 kali
siklus menstruasi. Berikut ini cara mengetahui dan menghitung masa subur:
(Niken Meilani, 2010 : 49)
Kalkulasi
masa subur secara tradisional didasarkan pada 3 asumsi :
1. Ovulasi
terjadi pada hari ke-14 tambah kurang 2 hari sebelum permulaan haid berikutnya.
2. Spermatozoa
bertahan hidup 2-3 hari
3. Ovum
hidup selama 24 jam. (Hanafi Hartanto, 2004 : 48)
Bila
siklus haid teratur (28 hari)
Maka hari pertama dalam
siklus haid dihitung sebagai hari ke-1. Masa subur adalah hari ke-3 sebelum dan
sesudah ovulasi, yaitu 14 hari sebelum menstruasi berikutnya, yaitu pada hari
ke-12 hingga hari ke-16 dalam siklus haid. (Niken Meilani, 2010 : 49)
Contoh :
Seorang istri mendapatkan
haid mulai tanggal 1 Januari . Pada siklus 28 hari, ibu akan mendapatkan haid
kembali pada tanggal 28 Januari. Sehingga perhitungan masa suburnya adalah 3
hari sebelum dan sesudah dari 14 hari sebelum haid berikutnya, yaitu tanggal 11
Januari sampai dengan tanggal 17 Januari. Pada tanggal-tanggal tersebut suami
istri tidak boleh melakukan hubungan seksual, karena apabila melanggar
kemungkinan hamil sangat besar. (Niken Meilani, 2010 : 49)
Tabel
1.1 Tabel Masa Subur
Januari 2010
|
||||||
MONDAY
|
TUESDAY
|
WEDNESDAY
|
THURSDAY
|
FRIDAY
|
SATURDAY
|
SUNDAY
|
|
|
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
27
|
28
|
29
|
30
|
31
|
Bila siklus haid tidak teratur :
a. Catat
jumlah hari dalam satu siklus haid selama 6 bulan (6 siklus). Satu siklus haid
dihitung mulai dari hari pertama haid saat ini hingga hari pertama haid
berikutnya.
b. Jumlah
haid terpendek dalam 6 kali siklus haid dikurangi 18. Hitungan ini menentukan
hari pertama massa subur. Jumlah hari terpanjang dalam 6 siklus haid dikurangi
11. Hitungan ini menentukan hari terakhir masa subur. (Niken Meilani, 2010 :
50)
Rumus :
Hari pertama masa subur = jumlah hari
terpendek dikurangi 18
Hari terakhir masa subur = jumlah hari
terpanjang dikurangi 11 (Niken Meilani, 2010 : 50)
Hari
pertama terakhir persangkaan masa subur
: siklus terpendek -18.
Asal
angka 18 : 14 + 2 + 2→ hari hidup spermatozoa
Hari
terakhir persangkaan masa subur : siklus terpanjang-11.
Asal
angka 11 : 4 -2 – 1 → hari hidup ovum. (Hanafi Hartanto, 2004 : 48)
Contoh :
Seorang istri mendapat
haid dengan keadaan siklus terpendek 25 hari dan siklus terpanjang 31 hari
(mulai hari pertama haid sampai haid berikutnya).
Perhitungannya adalah :
25 – 18 = 7 dan 31 – 11 = 20, jadi masa
suburnya adalah hari ke-8 sampai ke-21 dari hari pertama haid. Pada masa ini
suami istri tidak boleh bersenggama. (Niken Meilani, 2010 : 50)
Cara
Menghitung Masa Tidak Subur
Cara menghitung masa
tidak subur cukup mudah. Pertama – tama, selama 12 bulan, lama siklus haid
dicatat. Siklus haid dihitung mulai dari hari pertama haid sampai dengan hari
pertama haid berikutnya. Dari catatan tersebut akan terlihat apakah siklus
teratur atau tidak. Bagi yang mempunyai siklus haid tak teratur, harap
diperhatikan jumlah hari masa haid terpendek dan jumlah hari masa haid
terpanjang. (Niken Meilani, 2010 : 50)
Kemudian, setelah
catatan siklus haid diperoleh, tinggal menghitung lama masa tidak subur.
Menghitung masa tidak subur sebelum ovulasi adalah dengan cara mengurangkan
masa haid terpendek dengan 21. Angka 21 berasal dari penjumlahan lama
pematangan sel telur (16 hari) dan kemampuan hidup sel sperma dalam rahim (5
hari). Misalkan, masa haid terpendek adalah 28 hari, maka masa tidak subur
sebelum ovulasi adalah hari pertama sampai hari ketujuh (28 – 21 = 7). Jika
masa haid terpendek 25 hari, maka masa tidak subur adalah hari pertama sampai
hari keempat (25 – 21 = 4). (Niken Meilani, 2010 : 50-51)
Penghitungan masa tidak
subur setelah ovulasi tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya pada masa haid
yang digunakan dan angka pengurang. Masa tidak subur setelah ovulasi dihitung
dengan cara mengurangkan masa haid tepanjang dikurangi 9. Angka 9 diperoleh
dari pengurangan lama pematangan sel telur terpendek (11 hari) degan kemampuan
hidup sel telur (20 hari). Misal, masa haid terpanjang adalah 28 hari maka masa
tidak subur setelah ovulasi terpanjang 30 hari, maka masa tidak subur mulai
hari ke 21 sampai haid berikunya. (Niken Meilani, 2010 : 51)
Efektivitas
Metode Kalender
Angka
kegagalan : 14.4 – 47 kehamilan pada 100 wanita-per tahun. (Hanafi Hartanto,
2004 : 48).
Manfaat
Kontrasepsi
·
Dapat digunakan untuk menghindar atau
mencapai kehamilan.
·
Tidak ada risiko kesehatan yang
berhubungan dengan kontrasepsi.
·
Tidak ada efek samping sistematik.
·
Murah tanpa biaya. (Sarwono, 2006 :
MK-8)
Manfaat
NonKontrasepsi
·
Meningkatkan keterlibatan suami dalam
keluarga berencana.
·
Menambah pengetahuan tentang sistem
reproduksi pada suami dan istri.
·
Memungkinkan mengeratkan relasi/hubungan
melalui peningkatan komunikasi antar suami istri/pasangan. (Sarwono, 2006 :
MK-8)
Keterbatasan
·
Sebagai kontrasepsi sedang (9-20
kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama pemakaian). Catatan untuk
Metode Ovulasi Billings bila aturan ditaati kegagalan 0% (kegagalan metode/method failure dan 0 – 3% kegagalan
pemakaian, yaitu pasangan dengan sengaja atau tanpa sengaja melanggar aturan
untuk mencegah kehamilan).
·
Keefektifan tergantung dari kemauan dan
disiplin pasangan untuk mengikuti instruksi.
·
Perlu ada pelatihan sebagai persyaratan
untuk menggunakan jenis KBA yang paling efektif secara benar
·
Dibutuhkan pelatih/guru KBA (bukan
tenaga medis)
·
Pelatih/guru KBA harus mampu membantu
ibu mengenali masa suburnya, memotivasi pasangan untuk menaati aturan jika
ingin menghindari kehamilan dan menyediakan alat bantu jika diperlukan;
misalnya buku catatan khusus, thermometer (oral atau suhu basal)
·
Perlu pantang selama masa subur untuk
menghindari kehamilan
·
Perlu pencatatan setiap hari
·
Infeksi vagina membuat lender servik
sulit dinilai
·
Thermometer basal diperlukan untuk
metode tertentu
·
Tidak terlindung dari IMS termasuk HBV
(Virus Hepatitis B) dan HIV/AIDS. (Sarwono, 2006 : MK-8)
Untuk
kontrasepsi
·
Semua perempuan semasa reproduksi, baik
siklus haid teratur maupun tidak teratur, tidak haid baik karena menyusui
maupun pramenopause.
·
Semua perempuan dengan paritas berapa
pun termasuk nulipara.
·
Perempuan kurus ataupun gemuk.
·
Perempuan yang merokok.
·
Perempuan dengan alasan kesehatan
tertentu (hipertensi sedang, varices, dismenorea, sakit kepala sedang atau
hebat, mioma uteri, endometritis, kista ovarii, anemia defisiensi besi,
hepatitis virus, malaria, thrombosis vena dalam, atau emboli paru.
·
Pasangan dengan alasan agama atau
filosofi untuk tidak menggunakan metode lain.
·
Perempuan yang tidak dapat menggunakan
metode lain.
·
Pasangan uang ingin pantang senggama
lebih dari seminggu pada setiap siklus haid.
·
Pasangan yang ingin dan termotivasi
untuk mengobservasi, mencatat, dan menilai tanda dan gejala kesuburan.
(Sarwono, 2006 : MK-9)
Untuk
Konsepsi
·
Pasangan yang ingin mencapai kehamilan,
senggama dilakukan pada masa subur untuk mencapai kehamilan. (Sarwono, 2006 :
MK-9)
B.
Metode
Suhu Basal
Suhu basal adalah suhu
tubuh sebelum melakukan aktifitas apapun, biasanya diambil pada saat bangun
tidur dan belum meninggalkan tempat tidur. (Niken Meilani, 2010 : 52)
Telah diketahui bahwa
penurunan suhu basal sebanyak ½ sampai 1 derajat celcius pada hari ke 12 sampai
ke 13 menstruasi di mana ovulasi terjadi pada hari ke 14 setelah menstruasi
suhu naik lebih dari suhu basal sehingga siklus menstruasi yang disertai
ovulasi terdapat temperatur bifasik. (Manuaba,1998:480)
Pantang berkala dengan
sistem pengukuran suhu basal memerlukan pengetahuan dan metode pengukuran suhu
basal memerlukan pengetahuan dan metode
pengukuran yang akurat, sehingga dapat bermanfaat. Kegagalan sistem suhu basal
sekitar 10% samapi 20%. Kelemahan sistem pantang berkala adalah pengukuran suhu
basal merepotkan dan tidak akurat, hanya dapat digunakan oleh mereka yang
terdidik dan hanya berguna pada siklus menstruasi 20 sampai 30 hari.
(Manuaba,1998:480)
Peninggian suhu badan
basal 0,2-0,5 drajat celcius pada waktu ovulasi. Peninggian suhu badan basal
mulai 1-2 hari setelah ovulasi dan disebabkan oleh peninggian kadar hormon
progesteron. (Hanafi Harianto,2004:48)
Pengukuran suhu basal
badan diselenggarakan setiap hari sesudah haid berakhir sampai mulainya haid
berikutnya. Ini dilakukan sewaktu bangun pagi sebelum menjalankan kegiatan apa
– apa, dengan memasukkan thermometer dalam rectum atau dalam mulut di bawah
lidah selama 5 menit. (Sarwono, 2009 : 538)
pengukuran dilakukan
secara : oral (3 menit), rektal (1 menit) ini secara terbaik, vaginal. (Hanafi
Harianto,2004:48)
Tabel
1.2 Tabel Suhu Basal
Kode
yang Dipakai untuk Mencatat Kesuburan
* atau Merah untuk
menandakan perdarahan (haid).
K
atau
Hijau untuk menandakan perasaan kering.
L
atau
warna Kuning unutk memperhatikan lendir tak subur yang kental, putih, keruh,
dan lengket.
L atau biarkan kosong
untuk memperlihatkan lendir subur yang basah, jernih, licin dan mulur. (Sarwono,
2006 : MK-11)
Pakai
Aturan Perubahan Suhu
·
Ukur suhu ibu pada waktu yang hampir
sama setiap pagi (sebelum bangkit dari tempat tidur) dam catat suhu ibu pada
kartu yang disediakan oleh instruktur KBA ibu.
·
Pakai
catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama dari siklus haid
ibu untuk
menentukan suhu tertinggi dari suhu yang “normal, rendah”
(misalnya, catatan suhu harian pada pola tertentu tanpa suatu kondisi yang luar
biasa). Abaikan setiap suhu tinggi yang disebabkan oleh demam atau gangguan lain.
·
Tarik garis
pada 0,05o – 0,1o C di atas suhu tertinggi dari suhu 10
hari tersebut. Ini dinamakan garis
pelindung (cover line) atau garis
suhu.
·
Masa tak
subur mulai pada sore hari setelah hari ketiga berturut-turut suhu tubuh berada di
atas garis pelindung tersebut (Aturan Perubahan Suhu). (Sarwono, 2006 :
MK-13)
Untuk
Kontrasepsi
Pantang
sanggama mulai dari awal siklus haid sampai sore hari ketiga berturut – turut
setelah suhu berada di atas garis pelindung (cover line). Masa pantang pada Aturan Perubahan Suhu lebih panjang
dari pemakaian MOB. (Sarwono, 2006 : MK-14)
Catatan:
·
Jika salah
satu dari 3 suhu berada di bawah garis
pelindung (cover line) selama perhitungan 3 hari, ini mungkin tanda
bahwa ovulasi belum terjadi. Untuk menghindari kehamilan tunggu sampai 3 hari berturut-turut suhu tercatat di
atas garis pelindung sebelum memulai senggama.
·
Ketika muai
masa tak subur, tidak perlu untuk mencatat suhu basal ibu. Ibu dapat berhenti
mencatat sampai haid berikut mulai dan bersenggama sampai hari pertama haid
berikutnya. (Sarwono,
2006 : MK-14)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi suhu basal
Dengan menggunakan suhu
basal badan, kontrasepsi dengan jalan pantang berkala dapat ditingkatkan
efektivitasnya. Akan tetapi, harus diingat bahwa beberapa factor dapat
menyebabkan kenaikan suhu basal badan tanpa terjadinya ovulasi, misalnya
infeksi, kurang tidur, minum alcohol, dan sebagainya. (Sarwono, 2009 : 538 -
539)
Faktor
– faktor yang mempengaruhi suhu basal :
a. Influenza
atau infeksi traktusrespiratorius lain.
b. Infeksi
atau penyakit-penyakit lain yang meninggikan suhu badan
c. Inflamasi
lokal lidah,mulut atau daerah anus.
d. Faktor-faktor
situasional seperti mimpi buruk,jet lag mengganti popok bayi pukul 6 pagi.
e. Jam
tidur yang ireguler
f. Pemakaian
minuman panas atau dingin sebelum pengambilan suhu badan basal.
g. Pemakaian
selimut elektris.
h. Kegagalan
membaca termometer denga tepat atau baik. (hanafi harianto,2004:49)
Macam-macam peninggian
suhu badan basal
a. Peninggian
suhu mendadak (abrupt). Ini yang paling sering terjadi.
b. Peninggian
suhu yang perlahan-lahan (gradual).
c. Peninggian
suhu yang bertingkat, umunnya didahului penurunan suhu yang cukup tajam.
d. Peninggian
suhu seperti gigi gergaji. (hanafi harianto,2004:49)
Catatan
a. Ada
beberapa kasus, kadang suhu badan basal sama sekali tidak meninggi selama ovulasi, atau kadang sudah meninggi, pra-ovulasi.
b. Demikian
pula pada siklus haid yang An-ovulatoir suhu badan basal tidak meninggi, dan
ini ditemukan pada:
- gadis muda
- klimakterium segera post
partum atau post abortus
- laktasi
c.
Bila tidak terjadi vertilisasi, korpus
luteum akan berhenti bekerja, produksi hormon progesteron menurun, dan akhirnya
suhu badan basal menurun lagi.
d.
Suhu badan post ovulasi adalah lebih tinggi
dari pada suhu badan pra ovulasi, meskipun tidak terjadi ovulasi. (hanafi
harianto,2004:49)
Efektifitas
Metode Suhu Badan Basal
Angka
kegagalan : 0,3 – 6,6 kehamilan pada 100 wanita per tahun. Kerugian utama
metode suhu badan basal adalah bahwa abstinents sudah harus dilakukan pada masa
pra ovulasi. (hanafi harianto,2004:49)
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
macam
– macam metode KB alamiah (untuk menentukan saat ovulasi)
a.
metode kalender (ogino-knaus)
b.
metode suhu basal = metode Termal
c.
metode lendir serviks (Billings)
d.
metode Sympto-termal. (Hanafi Hartanto,
2004 : 47)
Metode kalender
atau pantang berkala
adalah cara/metode kontrasepsi
sederhana yang dikerjakan sendiri oleh pasangan suami istri dengan tidak
melakukan senggama
pada masa subur.
(Niken Meilani, 2010 : 47)
Menentukan waktu
ovulasi dari data yang dicatat selama 6-12 bulan terakhir. (Hanafi Hartanto,
2004 : 47)
Tahun 1930 Kyusaku
Ogino di Jepang dan Herman Knaus di Austria, yang bekerja sendiri - sendiri,
menemukan bahwa :
Ogino : Ovulasi umumnya
terjadi pada hari ke-15 sebelum haid berikutnya, tetapi dapat pula terjadi
12-16 sebelum haid yang akan datang
Knaus : Ovulasi selalu
terjadi pada hari ke-15 sebelum haid yang akan datang. (Hanafi Hartanto, 2004 :
47)
Suhu basal adalah suhu
tubuh sebelum melakukan aktifitas apapun, biasanya diambil pada saat bangun
tidur dan belum meninggalkan tempat tidur. (Niken Meilani, 2010 : 52)
SARAN
Dalam
penulisan makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat
bagi pembacanya dan berguna bagi penulis pula. Oleh karena itu, diharapkan
kritik serta saran yang dapat membangun dan meningkatkan dalam penulisan
makalah di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Manuaba,
IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Hartanto,
Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan
kentrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Saifuddin,
Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis
Pelayan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro,
Hanifa. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta
: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Meilani,
Niken, dkk. 2010. Pelayanan Keluarga
Berencana (dilengkapi dengan penuntun belajar). Yogyakarta : Fitramaya.
Everett,
Suzanne. 2007. Buku Saku Kontrasepsi
& Kesehatan Seksual Reproduksi. Jakarta : EGC.
Suratun,
SKM, dkk. 2008. Pelayanan Keluarga
Berencana & Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : TIM.